Tuesday, November 18, 2014

Kiritanpo, ketan bakar ala Negeri Sakura

Kiritanpo, ketan bakar ala Negeri Sakura
Add caption

Kuliner khas Jepang tidak melulu soal sushi, ramen, atau udon. Berbagai prefektur di Jepang menawarkan beragam kuliner khas mereka masing-masing, salah satunya adalah kiritanpo dari Prefektur Akita.

Kiritanpo dibuat dari nasi Jepang yang ditumbuk kasar hingga membentuk adonan mirip ketan. Nasi panas merupakan syarat utama agar adonan yang sudah ditumbuk dapat dengan mudah menempel satu sama lain. Bila nasi mendingin, akan semakin sulit membentuk kiritanpo yang bagus.

Takahashi Keiko memperagakan cara membuat kiritanpo di hadapan lima mahasiswa Indonesia yang menjalani program homestay di rumahnya.

Nasi yang baru matang dari alat pemasak nasi dimasukkan ke dalam mangkuk logam. Ia kemudian mengeluarkan sebuah tongkat kayu yang berdiameter sekitar lima sentimeter.

Kemudian nasi ditumbuk menggunakan kayu tersebut.

Bila nasi menempel di permukaan kayu, Keiko pun memutar-mutar kayu agar nasinya kembali menyatu dengan adonan. Setelah beberapa menit menumbuk, nasi yang sudah hancur siap dibentuk menjadi kiritanpo.

"Agar semua bentuknya seragam, kita harus menimbang tiap adonan. Satu kiritanpo dibuat dari 100 gram nasi," kata perempuan berusia 74 tahun itu sembari menimbang tumbukan nasi.

Selanjutnya, nasi yang sudah ditumbuk dan ditimbang diambil dengan tangan yang sudah dibasahi air, lalu dibalutkan ke tusuk sate versi jumbo yang terbuat dari kayu pohon sugi.

Bila tusuk sate berdiameter kecil seperti potongan-potongan lidi, tusuk untuk kiritanpo berbentuk persegi dengan lebar sekitar satu sentimeter.

Kiritanpo idealnya berbentuk silinder memanjang, mirip dengan sate buntel dari Surakarta.

Keiko mengingatkan agar tangan harus selalu dibasahi demi memudahkan proses membentuk kiritanpo. Bila tangan kering, adonan akan semakin lengket dan sukar dibentuk.

Setelah mendapatkan bentuk yang diinginkan, kiritanpo yang sudah dibalut dalam tusuk sate kemudian dipanggang sebentar hingga warna putihnya berubah menjadi sedikit kecokelatan.

Menurut Keiko yang merupakan penduduk asli Akita, kiritanpo bisa diolah menjadi dua jenis makanan, yaitu isian untuk nabe, hotpot ala Jepang atau misotanpo, yaitu kiritanpo dengan saus miso.

Bila akan dijadikan sebagai isian dari nabe, kiritanpo yang sudah dibakar kecokelatan sehingga bagian luarnya menjadi renyah pun harus dicabut dari tusukan. Kiritanpo tersebut pun ikut direbus dalam panci hotpot bersama berbagai sayur mayur dan potongan daging.

Menu lain yang bisa dibuat dari kiritanpo adalah misotanpo, yaitu kiritanpo yang diolesi dengan pasta miso yang terbuat dari kacang kedelai. Seluruh permukaan kiritanpo yang berwarna putih diolesi dengan saos miso yang berwarna cokelat hingga merata lalu kembali dibakar hingga bumbu meresap dan permukaan semakin matang.

Jika diolah menjadi misotanpo yang rasanya manis, kiritanpo tidak perlu dilepas dari tusukannya dan dapat dinikmati seperti memakan sate atau barbecue.

Makan beramai-ramai

Kiritanpo, kata Keiko, hanya disajikan dalam kesempatan khusus. Makanan tersebut bukanlah menu sehari-hari yang ada di meja makan keluarga di Akita sepanjang waktu.

"Biasanya kami memasak kiritanpo saat banyak orang berkumpul di rumah," ujar perempuan yang kerap menerima pelajar asing untuk homestay di rumahnya.

Selain itu, dia mengatakan kiritanpo paling enak dimakan saat musim gugur atau musim dingin.

"Sebenarnya tidak ada ketentuan kapan waktu yang tepat makan kiritanpo, tapi ini enak dimakan saat cuaca dingin," tukas Keiko.

Semboku yang menjadi bagian dari prefektur Akita yang terletak di bagian timur laut dari pulau utama Jepang memang lebih dingin dari Tokyo.

Sebagai perbandingan, suhu pagi hari pada musim gugur di Semboku mencapai 7 derajat celcius, sementara di Tokyo cuacanya lebih hangat, yaitu 17 derajat. Tidak heran bila makanan ini cocok disantap di Akita demi menghangatkan badan yang menggigil karena cuaca dingin.

Kiritanpo yang diolesi dengan pasta miso mirip dengan ketan-ketan bakar dengan bumbu oncom yang dijual di pinggir jalan Lembang, Jawa Barat. Bedanya, ketan bakar Indonesia bercita rasa pedas, rasa yang disukai lidah sebagian masyarakat di tanah air.

Sementara itu, misotanpo memiliki rasa manis yang dominan, tidak jauh berbeda dengan rasa sup miso yang menjadi santapan masyarakat Jepang sehari-hari.

"Rasanya bagi saya terlalu manis, mungkin kalau ada rasa asin lebih enak," tukas Geofanny Lius yang sedang menjalani program homestay.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Hadisti Sabrina yang mengatakan bumbu miso baginya seperti bumbu rujak yang terlalu manis sehingga kurang cocok dengan seleranya.

"Seperti kebanyakan gula jawa," seloroh mahasiswi Universitas Indonesia itu.

Sementara itu, bagi peserta homestay lain Indah Ayu yang menyukai masakan Jepang, kiritanpo adalah salah satu makanan yang dapat diterima lidahnya.

"Enak dan bikin kenyang," ujar dia.

Satu tusuk misotanpo bagi Indah sudah membuat perutnya penuh karena serasa memakan nasi biasa.

"Orang Jepang biasanya makan hingga tiga buah," kata Keiko.

Di Akita, kiritanpo juga dapat ditemui di pusat perbelanjaan dengan kisaran harga 400 yen.

Namun, Keiko berpendapat lebih baik memakan kiritanpo buatan sendiri. Selain karena bahannya mudah didapat, cara pembuatannya sederhana, juga lebih murah.

"Dan rasanya lebih enak," imbuh dia. 

Oleh Nanien Yuniar
Read More

Tazawako danau cantik berbalut Legenda

Tazawako danau cantik berbalut legenda


"Ada danau yang bagus bila dilihat secara keseluruhan dari jauh, tapi Tazawako bagus dilihat dari jauh maupun dari dekat"

Hamparan air biru terlihat di sepanjang jalan berkelok yang dibingkai pepohonan menguning kala musim gugur di kota Semboku, prefektur Akita, Jepang bagian utara.

Setelah melewati hutan pohon cemara yang daunnya bergradasi dari hijau, kuning dan merah, danau luas berlatar belakang pegunungan bak gambar kartu pos akhirnya terlihat jelas.

Itulah danau Tazawa atau Tazawa-ko dalam bahasa Jepang, danau terdalam di Jepang dengan kedalaman 423,4 meter.

Sebuah patung perempuan berwarna emas bernama Tatsuko berdiri tegak di sebelah barat danau Tazawa. Patung Tatsuko menjadi simbol dari danau kaldera yang tidak pernah membeku saat musim dingin karena airnya dalam.

Dalam legenda di balik kisah danau Tazawako, Tatsuko adalah perempuan cantik yang ingin agar anugerah tersebut kekal. Dia memohon pada Buddha agar bisa tetap cantik selama-lamanya. Berkat petunjuk Buddha, Tatsuko pun meminum air dari mata air di tengah gunung namun lama kelamaan dia justru berubah menjadi naga.

Tatsuko yang merasa menyesal kemudian hidup di dalam danau Tazawa ditemani oleh naga lain bernama Hachitaro yang pernah berwujud sebagai manusia. Dikisahkan, sejak ditinggali oleh keduanya, danau Tazawa menjadi semakin dalam dan tidak pernah membeku meski musim dingin datang.

Patung Tatsuko buatan Yasutake Funakoshi yang diselesaikan pada 12 Mei 1968 itu menjadi salah satu objek terkenal untuk berfoto di danau Tazawa. Tatsuko juga diwujudkan dalam bentuk pernak-pernik suvenir yang dijajakan di toko sekitar danau Tazawa, mulai dari gambar yang serupa dengan patungnya, sampai versi kartun imut yang tertera di pembungkus kotak makanan berisi mochi atau manju.

Danau Tazawa dan patung Tatsuko juga pernah muncul dalam drama Korea Selatan berjudul "Iris" yang dibintangi aktor Lee Byung Hun pada 2009. Cuplikan gambar dari adegan dua pemeran utama Choi Seunghee dan Kim Hyuenjun berpelukan dengan latar belakang patung Tatsuko juga dapat ditemukan di kotak pembungkus suvenir di toko-toko yang menjual oleh-oleh. Drama ini membuat popularitas lokasi-lokasi syuting di prefektur Akita, khususnya danau Tazawa, meroket terutama bagi turis dari Korea Selatan.

Memanjakan mata
Menurut Takahashi Yukiko, warga setempat yang kerap mengunjungi danau untuk bersantai, danau ini biasa dikunjungi orang-orang yang ingin melihat pemandangan memukau.

"Kalau saya tidak setiap hari, kadang-kadang saja jika ingin," ujarnya.

Sekelompok wisatawan lokal sibuk berfoto dari pinggir jalan yang berada di atas danau Tazawa demi mengabadikan diri bersama Tatsuko dan pemandangan danau serta pegunungan di belakangnya. Orang-orang biasanya menyusuri danau dengan berjalan kaki atau bersepeda.

Ada pula yang berkunjung ke kuil Gozanoishi yang terletak di sebelah utara danau Tazawa.

Bila ingin melihat Tatsuko lebih dekat, wisatawan dapat menuruni tangga dan menyusuri batu-batu besar yang menghiasi pinggir danau.

Dalam air dangkal yang berada di sela batu-batuan pinggir danau terdapat segerombolan ikan sepanjang jengkal tangan. Uniknya, ikan itu hanya terdapat di sebagian tempat di danau, tepatnya di sekitar area di mana patung Tatsuko berada.

Yukiko mengatakan memancing bukanlah kegiatan yang biasa dilakukan para pengunjung. Rupanya, ikan yang terdapat di danau Tazawa dianggap sebagai ikan suci sehingga keberadaannya tidak tersentuh oleh campur tangan manusia.

"Ikan yang ada di dekat bagian patung tidak boleh ditangkap karena dianggap keramat," jelas Ursula Rosyana yang mendapat keterangan dari pemilik homestay tempatnya menginap di Semboku.

Keindahan danau Tazawa juga ditopang oleh kebersihan yang patut diacungi jempol. Tidak ada satu pun sampah terlihat di sekitar danau. Air danau pun jernih sehingga ikan-ikan yang berenang di sela bebatuan terlihat jelas.

Menurut Rosy, kebersihan danau Tazawa merupakah salah satu daya tarik dari danau yang menjadi salah satu objek wisata terkenal Semboku tersebut.

"Ada danau yang bagus bila dilihat secara keseluruhan dari jauh, tapi Tazawako bagus dilihat dari jauh maupun dari dekat," ujarnya.

Hal senada dikemukakan Hadisti Sabrina, wisatawan Indonesia lain yang baru pertama kali mengunjungi Semboku.

"Danaunya bersih sekali, itulah mengapa saya bisa melihat jelas ikan-ikan di pinggir danau," kata Hadisti Sabrina yang mengaku takjub dengan kerjasama para pengunjung, khususnya masyarakat lokal, dalam menjaga kebersihan danau.

Selain kebersihan, keindahan alam yang mengelilingi danau Tazawa menjadi daya tarik lain untuk danau yang memiliki luas permukaan 25,8 km2.

Menurut Rosy, pegunungan yang menjadi latar belakang danau Tazawa membuatnya benar-benar merasa dirinya sedang dikelilingi oleh alam.

"Dan danau ini juga punya pasir putih," tambah Rosy, merujuk pada bagian lain dari danau yang dapat ditempuh beberapa menit dari area patung Tatsuko dengan berkendara.

Di bagian yang berdekatan dengan patung Tatsuko, pinggir danau Tazawa memang dipenuhi oleh batu-batu besar. Namun, di sudut lain danau ini tampak seperti laut dengan pasir putih dan air berombak.

Pada musim panas, biasanya pengunjung danau punya pilihan lain untuk beraktivitas, yaitu berenang dan menyewa kapal-kapal kecil berbentuk angsa untuk mengitari danau.

Untuk mengunjungi danau Tazawa, pengunjung dari kota Akita yang berjarak 80 km dapat berkendara selama 1 jam 40 menit. Dari kota Morioka yang berjarak 50 km, perjalanan dengan mobil ditempuh selama satu jam. Bila ingin menaiki transportasi umum, pengunjung dapat menaiki kereta peluru alias Shinkansen Akita dan turun di stasiun Tazawa-ko kemudian dilanjutkan dengan bis. 

Oleh
Read More

Ketagihan berendam di Onsen

Ketagihan berendam di onsen



Berendam di onsen, istilah untuk pemandian air panas di Jepang, merupakan salah satu cara ampuh untuk melepas penat.

Otot-otot tubuh yang lelah setelah beraktivitas sepanjang hari jadi rileks saat tubuh terendam dalam kolam air panas yang berasal dari perut Bumi.

Seperti kolam pemandian air panas yang ada di Indonesia, onsen juga dipercaya berkhasiat mengatasi masalah kesehatan karena mengandung beragam mineral termasuk belerang.

Onsen tersedia di hotel, penginapan serta fasilitas yang dibangun di alam terbuka di Jepang. Di onsen yang ada di alam terbuka, orang bisa berendam sambil bersantai menikmati pemandangan alam pegunungan.

"Tidak terlupakan rasanya saat berendam sambil memandang bintang," kata Varyzcha Hafiza, wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Jepang bersama teman-teman kuliahnya.

Onsen untuk lelaki dan perempuan biasanya terpisah. Tapi ada juga onsen yang dapat dimasuki oleh pria dan wanita.

Menurut Satoko Kimura jumlah onsen campur tidaklah banyak meski dia tidak mengetahui angka pastinya.

"Hanya sedikit onsen campur, saya juga belum pernah dan tidak mau juga mencobanya," ujar perempuan yang menyempatkan ke onsen dua hingga tiga kali setahun di tengah kesibukannya di Tokyo.

Harga tiket masuk ke onsen bervariasi. Pengunjung cukup membayar 400 yen di Nishiki Hot Springs Kurion, Prefektur Akita. Dan dengan kartu khusus anggota, harga tiket bisa didiskon jadi 300 yen.

Onsen di dalam hotel atau penginapan seperti Hotspring Shirahada di Highland Hotel Akita dan Akita Youthpal Hostel gratis.

Tapi ada juga hotel yang memungut bayaran dari tamu menggunakan fasilitas onsen. Di Hotel Emion Tokyo Bay, Urayasu, Prefektur Chiba harga tiket masuk onsen berkisar 600-800 yen tergantung jam kedatangan pengunjung.


Aturan Onsen
Orang yang ingin menikmati layanan onsen harus mematuhi sejumlah aturan.

Saat memasuki onsen, pengunjung mesti meletakkan barang-barang dan pakaian di loker atau keranjang yang disediakan. Di ruangan tanpa sekat itu pula para pengunjung onsen dapat berganti baju.

Karena kolam yang digunakan untuk berendam dipakai bersama-sama oleh seluruh pengunjung onsen, setiap pengunjung wajib membersihkan seluruh badan sebelum bersantai di dalam kolam air panas.

Ada sederet keran dan pancuran air untuk mandi dan mencuci rambut di sana. Pengunjung mandi dan keramas sambil duduk di bangku kecil yang terbuat dari kayu atau plastik. Baskom kecil tersedia di tempat itu untuk menaruh handuk kecil penggosok tubuh dan alat-alat mandi bawaan pengunjung.

Biasanya setiap onsen menyediakan botol sabun dan sampo cair berukuran besar yang bisa dipakai secara cuma-cuma.

Onsen yang lebih lengkap memiliki kondisioner dan sabun cuci muka. Bahkan ada juga yang menyediakan losion tubuh, wajah, atau vitamin rambut di wastafel yang terletak di area ruang ganti.

Usai membersihkan dan membilas sekujur tubuh, pengunjung bisa masuk ke kolam air panas.

Di dalam onsen, pengunjung sama sekali tidak boleh mengenakan pakaian, termasuk pakaian dalam dan bikini.

Biasanya hanya handuk kecil yang boleh dipakai saat berendam, itu pun hanya untuk menutupi bagian-bagian tertentu. Saat berendam, handuk dapat dilipat kecil dan diletakkan di atas kepala, atau diletakkan di pinggiran kolam, atau dipakai untuk membalut rambut seperti orang yang baru keramas.

Agar tubuh tidak kaget dengan suhu panas dalam onsen, pengunjung disarankan menyirami tubuh dengan air hangat sebelum berendam. Mulailah dengan menyiram bagian kaki hingga paha, tangan hingga bahu, dan sekujur tubuh sampai badan beradaptasi dengan temperatur panas.

Berendam pun tidak boleh sembarangan agar tidak pingsan akibat kepanasan. Rendamlah bagian bawah tubuh terlebih dahulu, baru dilanjutkan hingga hanya kepala yang muncul di permukaan air. Bila dirasa terlalu panas, kita bisa naik ke permukaan untuk mendinginkan bagian atas tubuh dan kembali berendam setelah badan kembali siap.

Sepuluh menit adalah waktu yang cukup untuk berendam bila airnya terasa terlalu panas. Durasi boleh ditambah menjadi dua puluh menit bila badan bisa beradaptasi baik dengan temperatur air.

Usai berendam, jangan lupa mengeringkan tubuh dengan handuk sebelum masuk ke ruang ganti. Di sana biasanya terdapat wastafel beserta kosmetik seperti krim untuk tubuh dan wajah, kapas pembersih telinga dan alat pengering rambut.

Pengunjung onsen juga disarankan minum banyak air setelah berendam untuk mencegah dehidrasi. Biasanya ada mesin penjual minuman yang menyediakan susu, jus, air mineral, hingga bir di dekat onsen.

Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak dipandang sebagai orang yang tidak sopan dalam budaya Jepang.

Pertama, pengunjung tidak boleh menceburkan diri dengan melompat ke kolam tapi mesti masuk perlahan agar tidak mengganggu orang lain yang sedang berelaksasi.

Kedua, pengunjung sebaiknya tidak membawa dan memakai handuk di dalam kolam. Kalau pun membawa handuk, lipatlah menjadi lebih kecil dan letakkan di atas kepala. Dan bila handuk tercebur ke dalam air, segera keluarkan dan peras di luar kolam.

Ketiga, pengunjung disarankan menjaga ketenangan. Mengobrol boleh-boleh saja asal tidak berisik dan mengganggu orang lain.


Ketagihan tapi malu
Berendam di onsen membuat otot-otot tubuh mengendur, rileks. Sensasi itu membuat beberapa orang ketagihan berendam di kolam pemandian air panas, termasuk di antaranya Mellysa Widyastuti.

Mellysa lebih suka berendam pada malam hari. "Karena membuat ngantuk dan ingin tidur," kata mahasiswi asal Indonesia itu.

Meski ketagihan, dia masih merasa jengah saat mandi mandi bersama orang asing tanpa mengenakan pakaian di onsen. Rasa malu masih menguasainya. Ia mengaku akan berpikir ulang untuk berendam bila onsen yang dia masuki ramai pengunjung.

"Saya ketagihan onsen, suka dengan sensasinya, tapi tidak suka bila ada orang lain," katanya.

Farid Mardhi, yang dua kali mencoba berendam di onsen saat berkunjung ke Negeri Sakura, juga merasakan hal yang sama. Ia mengaku butuh waktu untuk beradaptasi dengan budaya orang Negeri Sakura itu.

Kali pertama mencoba dia mengaku merasa sangat malu karena harus melepas pakaian di depan orang-orang yang sama sekali tidak dia kenal. Sejak dari ruang ganti hingga masuk kolam, dia selalu memakai handuk untuk menutupi tubuh.

"Saat kedua kali onsen karena saya lihat semua orang bugil, ya sudah saya santai saja, malah senang bisa mandi bareng," ujarnya lalu tertawa

Oleh
Read More

About Us


We are the Group B of Jenesys 2.0 Program, Mass Media Batch. We visited Tokyo and Akita, went to many places that related to Mass Media of Japan.

Popular Posts

Designed ByBlogger Templates